Explore Semarang
- Clarissa Euvenia
- Sep 11, 2020
- 8 min read
Updated: Sep 13, 2020
Ini bukan pertama kali saya ke Semarang. Kota yang memberikan vibes kuno, namun tetap indah dengan tatanan kota yang jauh berbeda dengan Surabaya. Dulu saat saya masih SMP saya main ke pinggiran kota Semarang dan hanya sebentar ke daerah tengah kota Semarang.
Oh ya, sejauh ini, saya selalu mencari penginapan yang murah namun bersifat privat. Tidak peduli jika gelap atau bagaimanapun, karena tujuan saya berlibur benar-benar untuk keliling, bukan untuk staycation (sebutan untuk liburan yang hanya stay di hotel, biasanya hotel yang dituju hotel minimal hotel bintang 3, umumnya 4/5, dimana fasilitas sudah sangat memenuhi untuk merilekskan otot kaku tanpa harus berkeliling lebih).
Mendapat tiket kereta terpagi untuk meluncur ke kota berplat nomor H ini. Jelas karena kami pergi dengan low budget untuk transport dan akomodasi, jadi kami memilih kereta ekonomi dengan kursi mereka yang lurus dan bisa membuat pantat kram karena duduk selama 4-5 jam lamanya.
Tidak masalah bagi kami. Karena liburan itu memang untuk mencoba hal baru. Dan saya tidak pernah pergi ke luar kota dengan kereta, jadi ini adalah pertama kalinya dalam hidup saya.
Pagi-pagi buta kami sudah berada di stasiun Pasar Turi di Surabaya. Ngantuk berat, tapi rasa kantuk tidak bisa mengalahkan rasa excited yang saya rasakan.
Sekitar pukul 6 kami sudah ada di dalam kereta dan tak lama setelahnya kereta mulai melaju. Pelan hingga kecepatan konstan.
Matahari bahkan belum terbangun secara utuh. Cahayanya baru terlihat mengintip di sela sela bangunan yang kami lewati beberapa menit saat kereta menyentuh kecepatan konstan. Kami sempat berhenti di beberapa stasiun, ada di salah satu satu stasiun kereta kami berhenti cukup lama.

Setelahnya, kereta bergerak kembali secara cepat menuju Semarang.
Saat tiba, kerumunan orang turun dan kami disambut dengan vibes kuno dari gedung stasiun yang diberi sentuhan modern hanya dibagian depannya.
Di Semarang, transportasi murah cukup mudah untuk didapatkan. Kami berempat menggantungkan hidup kami selama 3 hari 2 malam. Tarifnya yang tidak semahal di Surabaya membuat kami sebenarnya sangat betah di Semarang. Sayang saja, kami tidak memiliki tujuan lain. Memang kenalan saya juga mengatakan bahwa sebenarnya banyak lokasi wisata yang berada di pinggiran kota Semarang dibanding di pusat kota Semarangnya sendiri.
Namun keinginan kami tidak bisa dipatahkan untuk berkeliling di kota yang bisa saya sebut sebagai kota yang 'dekat ke sana sini' itu.
Tujuan pertama kami ke penginapan yang pasti. Setelah sampai di penginapan, barang-barang kami letakkan dan segera kami memesan transportasi (mobil online) untuk pergi ke Lawang Sewu. Tidak lengkap rasanya jika ke Semarang tanpa mendatangi ikon kota Lumpia ini.
Lawang Sewu (Jl. Pemuda, Sekayu, Kec. Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah)

Lawang Sewu pada bulan Mei bukanlah pilihan yang tepat rasanya. Panas yang berlebihan dan banyaknya kerumunan manusia membuat semangat kami mulai menguap. Namun tidak saat kami memasuki tiap ruangan dalam gedung peninggalan Belanda itu, antusias dalam diri saya meningkat cukup drastis. Dinginnya bagunan peninggalan sejarah ini membawa hawa sejuk yang membuat kami tidak merasakan lelah. Saya mulai banyak merekami sudut-sudut lawang sewu. Mulai dari gedung awal yang ada miniatur kereta, hingga ke ruangan yang menjelaskan bangunan Lawang Sewu ini terbuat dari apa.
Di tengah-tengah gedung bersejarah ini, terdapat pohon beringin yang berdiri kokoh, dibawahnya ada beberapa seniman yang bernyanyi. Cukup menghibur dengan gaya keroncong.
Karena kami belum makan sedikitpun, kami memutuskan untuk mencari kantin, yang berada di belakang salah satu bangunan. Sayangnya, banyak stand yang tutup, hanya beberapa saja yang buka. Kami bahkan membeli beberapa makanan yang penjualnya menjajakan jualannya di luar gerbang samping Lawang sewu yang digembok. Yah lumayan lah, buat isi perut.
Karena sudah selesai menikmati Lawang Sewu, kami tidak tahu mau ke mana lagi. Ya kalau seperti ini sudah tidak ada pilihan lain lagi selain pergi ke mall, mengulur waktu.
Paragon City Mall (Jl. Pemuda No.118, Sekayu, Kec. Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah)
Kami sampai di mall Paragon dan cukup terkesan karena di awal awal, toko yang berjejer cukup memiliki nama. Kami tidak ke toko bermerek itu, tapi segera ke atas, ke foodcourt tepatnya.
Sebelum ke Semarang, ada beberapa kenalan saya yang mengatakan bahwa percuma pergi ke Mall-mall yang ada di Semarang, terlebih jika saya sudah terbiasa dengan mall-mall yang ada di Surabaya. Mereka juga menyebutkan bahwa tidak banyak hal yang bisa dilakukan di Mall yang ada di Semarang. Tapi saya rasa tidak sepenuhnya benar. Bagi saya yang kurang menyukai jalan-jalan di mall, Mall-mall yang ada di semarang sudah cukup bagi saya.
Gereja Santa Perawan Maria-Ratu Rosario Suci (Jl. Pandanaran No.9, Randusari, Kec. Semarang Sel., Kota Semarang, Jawa Tengah)
Nah, Kebetulan hari itu bertepatan dengan salah satu hari perayaan umat Katolik. Sehingga saat sore tiba, kami pergi ke sebuah Gereja yang hanya bersebrangan dengan bangunan Lawang Sewu. Gereja Santa Perawan Maria-Ratu Rosario Suci, namanya. Kami mengikuti rangkaian misa dan keluar Gereja saat langit sudah gelap. Jalanan cukup ramai saat itu, dan tepat disebrang Gereja, ada sebuah apotek, kami menyebrang ke sana agar driver kami lebih mudah menjemput kami.
Ciputra Mall Semarang (Jl. Simpang Lima No.1, Pekunden, Kec. Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah)
Waktu masih penjang untuk mencapai malam, akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke Mall Ciputra atau Citraland. Di sana kami hanya berkeliling karena sudah tidak tahu ke mana lagi.
Seperti yang di sebutkan kenalan saya, Mall di Semarang tidak sebesar mall-mall di Surabaya. Tidak banyak hal yang bisa dilakukan di sana, dan saya sendiri pun tidak ada niat untuk membeli apa apa di sana selain hanya lihat lihat. Tetapi beruntung, kami menemukan pengganjal perut, sebuah es krim yang diproduksi oleh stand teh yang cukup tenar di daerah foodcourt di daerah manapun di Indonesia. Es krim rasa teh ini memiliki rasa yang unik namun nikmat. Tidak semua orang juga akan suka dengan cita rasanya, tetapi saya suka-suka saja.
Simpang Lima
Berjalan ke arah kumpulan makanan di salah satu sisi di Simpang Lima. Nampak sebuah toko yang saya cukup familiar, karena di waktu sebelumnya saya juga membeli oleh oleh di situ. Kue spiku yang sangat tenar dan dibilang bisa tahan 52 hari. Jika pernah ke Semarang, atau pernah mendengar atau memang tinggal di Semarang pasti tahu apa nama mereknya.
Ada beberapa jajaran makanan di sebuah sisi Simpang Lima. Ada orang berkata bahwa di sana, jenis makanannya tidak terlalu beragam dan untuk orang bukan asli Semarang sendiri, harga untuk sepiring makanan akan di bandrol lebih mahal dari harga asli. Benar adanya, jadi saya hanya bisa menyarankan pada calon traveler yang mau mencoba makanan di sekitar Simpang Lima, lebih baik bawa teman yang asli Semarang, biar bisa dapat harga miring!
Setelah selesai melahap makan malam kami, kami segera kembali ke penginapan. Rasanya sangat cepat sekali sehari di Semarang, malam itu berlalu dengan cepat hingga matahari mulai bangun kambali. Lelah rasanya seharian kemarin berjalan. Maklum belum terbiasa dengan liburan dengan rentetan jadwal yang padat (setelah sekian lama).
Sam Poo Kong (Jl. Simongan No.129, Bongsari, Kec. Semarang Bar., Kota Semarang, Jawa Tengah)
Pagi baru menjemput semangat baru, kami melancong ke Sam Poo Kong. Salah satu destinasi yang sangat terkenal bahkan di luar umat Buddha, Konghucu dan penganut aliran Tao. Lokasinya cukup jauh dari penginapan kami, tapi tarif yang kami tanggung bahkan tidak sebanding dengan jauhnya. Ini adalah salah satu dari banyaknya hal yang membuat saya ingin kembali ke Semarang. Tarif akomodasi dan transportasinya murah hehe.
Ada dua jenis tiket pengunjung yang dijual di Sam Poo Kong. Pada waktu itu, (05/2018) Harga tiket yang bisa membebaskan pengunjung untuk mengeksplor hingga ke bagian dalam dibandrol dengan harga IDR 25.000.
Warna merah sudah sangat menonjol bahkan sebelum kami masuk ke dalamnya. Di dalam Sam Poo Kong, kami berfoto-foto dan mengabadikan momen. Ada juga beberapa lokasi yang tidak boleh di foto. Hal ini benar-benar dilarang secara keras oleh pihak pengelolanya. Hal ini juga untuk menghormati mereka yang sembayang di sana.
Di dalam Sam Poo Kong, juga berjejer makanan makanan khas Semarang. Jelas kami tidak melewatkan hal tersebut. Setelah membeli cindera mata, kami menyantap ragam kuliner di sana.
Kota Lama Semarang (Old Town, Bandarharjo, North Semarang, Semarang City, Central Java)
Tujuan kami selanjutnya adalah Kota Lama Semarang. Ini merupakan salah satu alasan kenapa saya menyebut Semarang memiliki vibes kuno. Kota ini benar-benar dipenuhi dengan gedung-gedung jadul khas jaman penjajahan Belanda. Kami berfoto-foto di sana. Ada Gereja Blenduk. 3D Art (kami tidak masuk ke sana). Taman, Galeri, dan banyak lagi. Pada saat kami di sana sepertinya Kota Lama sedang dalam proses pemugaran, yang hasilnya bisa dilihat sekarang. Sampai artikel ini ditulis, masih belum ada kesempatan lagi bagi saya untuk ke sana menikmati hasil pemugaran Kota Tua tersebut.
Panas matahari menyengat dengan hebatnya, sampai-sampai kami tidak sanggup untuk berjalan lebih lama lagi. Kami akhirnya memutuskan untuk ke salah satu tempat oleh-oleh khas di sana. Ternyata lokasi ini dekat stasiun di mana kami tiba. Jadi Semarang sekecil itu. Walaupun terasa jauh, tetapi jika diukur-ukur kembali, lebih jauh Surabaya Timur ke Barat lalu ke Timur lagi daripada mengelilingi satu pusat kota Semarang.
Oleh-Oleh Khas Semarang (Jl. Pandanaran, Randusari, Kec. Semarang Sel., Kota Semarang, Jawa Tengah)
Penjelajahan kami untuk memburu oleh-oleh belum berakhir. Kami sekali lagi menuju ke daerah Simpang Lima, dan kami turun di jalan Pandanaran yang memang terkenal dengan toko oleh-oleh yang berjejer rapi di sana. Kami pergi ke beberapa toko, hingga sudah cukup dengan oleh-oleh yang kami bawa. Karena bawaan kami cukup banyak, dan hari masih panjang, sore itu kami memutuskan untuk kembali ke penginapan, istirahat sebentar dan bilasan. Karena tujuan kami selanjutnya adalah Semawis.
Semawis Market (Kranggan, Jl. Gg. Warung, Kauman, Kec. Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah 50139)

Semawis adalah salah satu pusat makanan yang ada di dekat Gang Lombok. Sangat terkenal dan hanya buka di hari Jumat, Sabtu, Minggu. Di sana ada banyak makanan yang berjejer rapi sepanjang salah satu jalan. Standnya ditata rapi dari ujung ke ujung, dibelakangnya toko-toko tutup dan lampu kuning menyinari sepanjang jalanan Semawis. Makanannya mostly tidak halal, tapi ada beberapa yang halal.
Saat kami tiba, para penjual baru saja menjajakan barang dagangannya. Secara jam, Semawis akan buka pukul 6, tetapi secara kesiapan penjual sekitar pukul setengah 7 malam, kalian baru bisa melihat Semawis ini bagaimana.
Kami menyusuri sepanjang jalan itu. Warung-warung berjajaran dari ujung hingga pangkal jalan Gang Warung. Ada beberapa ragam makanan yang sama, tetapi banyak sekali yang berbeda. Kami mampir ke beberapa stand, dan rasanya kami menghabiskan banyak uang di sana. Rentang harga yang dibandrol untuk seluruh ragam jualan yang ada di sana bervariasi, dari IDR 10.000 sampai IDR 50.000 atau bisa jadi lebih.
Kami menghabiskan sekitar 3 jam di sana. Saat sadar sudah malam, kami memutuskan untuk segera pulang karena takut macet. Jalanannya sudah sempit ditutup buat parkir sepeda motor dan mobil pula. Hingga kami berpikiran untuk mengakhiri eksplorasi kami di sana.
Hari kedua selesai dan seperti malam yang pertama, kami kelelahan, tetapi setidaknya tidak selelah malam yang pertama. Hari esok masih ada agenda baru yang harus kami lakukan. Sehingga kami segera tidur sehingga besoknya kami dapat melanjutkan perjalanan lagi.
Soto Bangkong (Ruko Bangkong Plaza, Jl. Brigjen Katamso No.1, Peterongan, Kec. Semarang Sel., Kota Semarang, Jawa Tengah)
Di hari terakhir, saat matahari sudah menyapa jalanan, semuanya mulai terang, kami check out dari penginapan kami dan kami pergi sarapan di salah satu rumah makan Soto Bangkong yang sangat tenar di sana.
Sebenarnya mangkuknya kecil, saya kira tidak akan kenyang. Ternyata saya salah. Semangkuk kecil itu sudah lebih dari cukup. Harga yang dibandrol untuk satu mangkuk tanpa tambahan pun sesuai dengan level kenyang yang kami rasakan. Ini juga salah satu alasan kami ingin kembali.
Lumpia Gang Lombok (Gg. Lombok No.11, Purwodinatan, Kec. Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah)
Kereta kami sekitar pukul 2 atau 3 saya tidak dapat ingat dengan jelas, sehingga kami dengan terburu-buru setelah selesai sarapan pergi ke Lumpia Gang Lombok yang terkenal itu. Ya sebelum-sebelumnya kami sudah mengincipi berbagai macam jenis lumpia dengan merek yang berbeda-beda. Dan ini adalah lumpia terakhir yang kami nikmati sebelum kembali pulang ke Surabaya.
Toko Oen (Jl. Pemuda No.52, Bangunharjo, Kec. Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah)
Setelah beli lumpia, kami pergi ke Toko Oen. Di sana menjual beberapa jajanan kue-kue kering yang menjadi favorit saya. Memang mahal, ya bagaimana tidak mahal, butter-nya melimpah sekali. Sama seperti kota di mana toko ini terletak, arsitektur Toko Oen sendiri sangat kuno. Bangunan, meja, serta kursi pun memberikan vibes jadul, di sini juga bisa untuk nongkrong dan foto-foto karena ke khas-an model bangunannya.
Setelah membeli jajanan kecil, kami segera meluncur ke Stasiun. Beruntung saat kami tiba keretanya belum tiba.
Yah, dan itulah cerita saya selama di Semarang. Liburan dengan model aktivitas yang saya lakukan cukup menyita tenaga. Kami banyak jalan dan banyak terpapar sinar matahari. Saya merasa lelah setiap kami sampai penginapan. Kadang besoknya merasa saya ingin di penginapan saja, tetapi ada suatu dorongan yang membuat saya bangkit dari tempat tidur dan dengan excitement yang sama saat berangkat, siap memulai hari baru di momen liburan saya.
See You next time, Kota Kuno Semarang!
Commentaires